Menuju NZE 2060: Memuja Batu Bara, Indonesia Net Zero Emissions atau Net Zero Aksi?
Komitmen Indonesia menuju Net Zero Emissions (NZE) 2060 kerap digaungkan di forum internasional, tapi di balik janji itu, realitas pahit masih menganga yaitu, ketergantungan pada energi fosil masih mencapai 80%. Energi fosil menjadi tulang punggung ketahanan energi sekaligus penyumbang emisi karbon terbesar. Ketergantungan ini bukan hanya soal kebutuhan industri dan listrik rumah tangga, tapi juga soal kepentingan politik dan ekonomi yang sudah terlalu dalam mengakar.Dalam menghadapi dilema antara ketahanan energi dan pengurangan emisi, Indonesia membutuhkan strategi transisi yang realistis dan terukur. Di sinilah teknologi perantara seperti Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) seharusnya hadir sebagai solusi.
CCUS: Teknologi Perantara yang Terlupakan
Teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) seharusnya menjadi jembatan transisi penting. CCUS mampu menangkap dan menyimpan karbon di bawah tanah. Di Indonesia, teknologi ini bisa memanfaatkan potensi geologi seperti batu pasir dan lapangan migas tua. Selain mengurangi emisi, CCUS juga bisa membantu meningkatkan produksi minyak lewat metode enhanced oil recovery. Meski masih dalam tahap pengembangan dan membutuhkan energi besar, CO₂ yang ditangkap dapat dikonversi menjadi bahan bakar sintetis dengan hidrogen hijau, membuka peluang ekonomi karbon sirkular di masa depan.
Dengan bantuan teknologi CCUS, emisi karbon dari sektor energi dan industri bisa ditangkap dan disimpan dengan aman. Bahkan, karbon tersebut juga bisa dimanfaatkan kembali dalam proses industri lainnya. Langkah ini memberi peluang bagi Indonesia untuk tetap menjaga pasokan energi sambil tetap mengurangi emisi. Tanpa adopsi teknologi seperti CCUS, transisi menuju NZE justru berisiko melemahkan sistem ketahanan energi nasional, karena mengandalkan perubahan drastis tanpa solusi antara. Oleh karena itu, integrasi CCUS dalam peta jalan energi bukan hanya penting, tapi mendesak. Teknologi ini bisa menjadi jembatan antara kebutuhan energi saat ini dan tujuan keberlanjutan jangka panjang.
Fokus Salah Arah, Ketimpangan Kebijakan
Alih-alih membangun fondasi teknologi transisi, pemerintah tampak lebih fokus memperluas infrastruktur energi fosil, termasuk pembangunan PLTU dan kilang baru. Di sisi lain, dukungan terhadap CCUS masih minim, baik dari segi regulasi, anggaran riset, maupun insentif untuk sektor swasta. Padahal, negara-negara seperti Jepang dan Uni Emirat Arab telah lebih dulu menempatkan CCUS sebagai strategi utama dekarbonisasi. Ketertinggalan Indonesia di bidang ini mengindikasikan bahwa narasi transisi energi selama ini belum sepenuhnya berangkat dari komitmen ilmiah, melainkan masih terjebak pada pencitraan.
Risiko Nyata dari Ketiadaan Teknologi Penyangga
Ketidakhadiran CCUS dalam peta jalan transisi energi nasional menunjukkan adanya ketimpangan dalam penentuan prioritas kebijakan. Energi terbarukan yang sering disebut sebagai masa depan juga masih menghadapi tantangan, baik dari sisi keandalan, teknologi penyimpanan, hingga integrasi ke sistem energi nasional. Tanpa dukungan teknologi perantara seperti CCUS, transisi ini akan pincang. Indonesia bisa saja kehilangan momentum, gagal menjaga ketahanan energi, sekaligus meleset dari target pengurangan emisi. Lebih berbahaya lagi, kita membiarkan ruang yang besar untuk kebijakan yang setengah hati terus bergulir.
CCUS: Bukan Pilihan, tapi Keharusan
Sudah saatnya pemerintah mengambil langkah nyata. CCUS bukan sekadar pilihan teknologi, tapi instrumen penting untuk menunjukkan keseriusan dalam transisi energi yang adil dan terencana. Apabila pemerintah masih terus menunda, maka janji NZE 2060 tidak lebih dari jargon populis tanpa kaki-kaki kebijakan yang kokoh. Seperti biasa, rakyatlah yang akan menanggung biaya dari kebijakan yang tidak tuntas ini.
Transisi energi tak harus menjadi pilihan antara ketahanan dan keberlanjutan. CCUS memungkinkan keduanya sejalan. Tapi itu butuh lebih dari sekadar janji: dibutuhkan keberanian politik, regulasi tegas, dan eksekusi konsisten. Tanpa langkah konkret, NZE 2060 hanya akan menjadi mimpi kosong. Sementara itu, bumi terus menanggung beban dari kebijakan yang gagal menjawaw tantangan zaman. Peran aktif seluruh lapisan masyarakat sangat penting, terutama mahasiswa sebagai generasi penerus yang memiliki semangat inovasi dan kritik konstruktif.
DAFTAR PUSTAKA
Administrator. (2022, 27 September). Peta jalan NZE sektor energi Indonesia. INDONESIA.GO.ID. https://bit.ly/3FsaKFi
Alfajri, R. K.-V. (2024). Coal Dependency in Indonesia. Uncovering Political and Discursive Drivers of Carbon Lock-In, and Financial Pathways to Overcome, 14.
Alvin Putra Sisdwinugraha, & A. H. (n.d.). Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2025. IESR. https://bit.ly/43nfaXe
Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang. (2023, 13 Juni). Full-scale Commencement of Japanese CCS Projects. METI. https://bit.ly/43nfaXe
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. (2023, 27 Juli). Kerangka regulasi CCUS Indonesia saat ini dan pengembangan kebijakan masa depan. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. https://bit.ly/3SVBfFY
Mongabay Indonesia. (2025, 20 Mei). Berlawanan dengan tren global, Indonesia malah banyak membangun PLTU batubara baru. https://bit.ly/4mBbqJ9
Ramadhan, R., Mon, M. T., Tangparitkul, S., Tansuchat, R., & Agustin, D. A. (2024). Carbon capture, utilization, and storage in Indonesia: An update on storage capacity, current status, economic viability, and policy. Energy Geoscience, 24. https://doi.org/10.1016/j.engeos.2024.100335Wahyudi, E. (2024, 18 September). Tantangan Indonesia keluar dari ketergantungan energi fosil. Fortune Indonesia. https://bit.ly/3SVBvoq