“EVOLUSI DEMOKRASI INDONESIA : DARI ORDE BARU SOEHARTO KE TANTANGAN PASCA REFORMASI”

OLEH  : GIANTA FARADY (DIVISI PENELITIAN DAN KAJIAN STRATEGIS PPIM 2024)

Tinjauan

Indonesia merupakan sebuah negara di asia tenggara yang memiliki perjalanan demokrasi yang sangat panjang dan rumit. Negara ini telah melalui berbagai dinamika politik setelah meraih kemerdekaannya pada tahun 1945. Salah satu momen paling signifikan dalam sejarah politik Indonesia adalah jatuhnya kepemimpinan orde baru pada tahun 1998, yang dipimpin oleh presiden kedua republik Indonesia Presiden Soeharto. Dengan jatuhnya kepemimpinan Soeharto pada tahun 1998, ini menandai dimulainya era “reformasi”, sebuah periode yang diwarnai oleh perubahan perubahan besar pada politik di indonesia, desentralisasi kekuasaan, dan demokratisasi pada sistem pemerintahan. 

Indonesia dibawah Kepemimpinan Presiden Soeharto

Awal mula terpilihnya Soeharto sebagai Presiden Indonesia memang berkaitan erat dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965. Pada malam 30 September, sekelompok militer yang mengaku sebagai Gerakan 30 September menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat. Peristiwa ini memicu ketegangan yang luar biasa di seluruh Indonesia dan menciptakan kekacauan politik. Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), segera mengambil alih kendali situasi. Ia memimpin operasi militer untuk menumpas gerakan tersebut dan secara efektif mengendalikan Jakarta serta meredakan kekacauan. Setelah berhasil menanggulangi G30S, Soeharto mulai memposisikan diri sebagai pemimpin yang kuat. Selama periode ini, ia juga menuduh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang di balik peristiwa tersebut, yang mengarah pada penangkapan massal dan pembunuhan terhadap anggota dan simpatisan PKI. Dalam waktu yang relatif singkat, Soeharto berhasil mendapatkan dukungan dari militer dan masyarakat, serta mengumpulkan kekuatan politik untuk menggantikan posisi Presiden Soekarno.

Pada 12 Maret 1966, Soeharto mendapatkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Soekarno, yang memberikan mandat kepadanya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi situasi yang dianggap darurat. Ini menjadi momen kunci bagi Soeharto untuk mengukuhkan kekuasaannya. Pada tahun 1967, Soeharto resmi dilantik menjadi Presiden Indonesia setelah sidang MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) yang mencabut kekuasaan Soekarno. Pemerintahan Soeharto kemudian berlangsung selama 32 tahun, merupakan waktu terlama untuk seorang presiden menduduki kursi di istana negara hingga saat ini,  yang dikenal dengan sebutan Orde Baru (Pemerintahan UMA, 2024).

Lahirnya Reformasi

Masa reformasi di Indonesia dimulai pada tahun 1998 dengan pengunduran diri Presiden Soeharto, yang telah berkuasa selama lebih dari tiga puluh tahun. Soeharto berkuasa sejak tahun 1967 setelah kudeta yang menggulingkan Presiden Sukarno. Pada awal kepemimpinannya, ia berhasil menciptakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, namun seiring berjalannya waktu, kritik mulai bermunculan mengenai pemerintahan yang represif. Di bawah pemerintahan Orde Baru, praktik korupsi dan nepotisme merajalela, menimbulkan ketidakpuasan di kalangan rakyat. Salah satu kejadian yang berkontribusi besar terhadap munculnya gerakan reformasi pada saat itu ialah krisis moneter Asia pada tahun 1997. Jatuhnya nilai tukar rupiah menyebabkan inflasi dan memicu krisis ekonomi yang melanda di berbagai sektor. Rakyat, terutama mahasiswa, mulai merasa frustasi dengan pemerintahan, memicu aksi protes yang meluas. Mereka menginginkan perubahan, transparansi, dan akuntabilitas dari pemerintah. Maka pada saat itu masyarakat menginginkan pemilihan umum dan pilkada sebagai sarana menghilangkan praktik-praktik rekayasa, otoriter dan manipulatif yang menimbulkan ketidakadilan rakyat (As-shahifah, 2022).

Dinamika Proses Reformasi

Bacharuddin Jusuf Habibie, adalah wakil presiden selama masa jabatan presiden sebelumnya, Suharto. Dia menggantikan Suharto pada tahun 1998 ketika Suharto turun dari kursi kepresidenan. Namun, hal ini tidak mengakhiri sistem politik yang telah diterapkan selama Orde Baru. Banyak orang Indonesia sangat mencurigai Habibie karena kedekatannya dengan Suharto (yang telah menjadi sosok ayah bagi Habibie) dan fakta bahwa dia adalah pemain penting dalam sistem patronase politik Suharto. Penolakan Habibie untuk memerintahkan penyelidikan menyeluruh terhadap harta kekayaan Suharto hanya memperkuat rasa ketidakpercayaan ini.

Habibie tidak memiliki pilihan lain selain meluncurkan program-program reformasi. Dia akan melakukan “bunuh diri politik” jika tidak mematuhi tuntutan masyarakat Indonesia itu. Selama masa kepresidenan Habibie, 30 undang-undang (UU) baru disetujui oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), beberapa di antaranya ditandai dengan perbedaan-perbedaan fundamental dengan perpolitikan di masa lampau.

Sejumlah tindakan reformasi penting adalah:

  • Dimulainya kebebasan pers
  • Pemberian izin pendirian partai-partai politik dan serikat-serikat buruh baru
  • Pembebasan tahanan-tahanan politik
  • Pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode lima tahun
  • Desentralisasi kekuasaan ke daerah

Keputusan penting lainnya adalah penjadwalan pemilihan umum baru, yang diselenggarakan pada bulan Juni 1999. Kendati begitu, parlemen belum mempunyai niat untuk mengurangi pengaruh politik militer dan memerintahkan penyelidikan terhadap kekayaan Suharto.

Indonesia memasuki masa peningkatan kekerasan di daerah. Jawa Timur dilanda pembunuhan misterius (yang mungkin dilakukan oleh unit-unit tentara) sementara kekerasan agama berkobar di Jakarta, Ambon (Maluku), Kupang (Nusa Tenggara Timur) beserta Kalimantan Barat. Selain itu, ada tiga daerah yang memberontak terhadap Pemerintah Pusat: Aceh (Sumatera), Irian Jaya (Papua) dan Timor Timur.

Ini semua menghasilkan kondisi yang membuat para investor asing sangat ragu-ragu untuk berinvestasi, sehingga menghambat pemulihan ekonomi Indonesia. Tidak kalah penting adalah pembersihan sektor keuangan Indonesia, yang telah menjadi jantung dari Krisis Keuangan Asia di akhir tahun 1990-an. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), didirikan pada Januari 1998, menjadi sebuah lembaga yang kuat yang melakukan serangkaian kegiatan terpadu dan komprehensif mencakup masalah seperti program liabilitas bank, pemulihan dana negara, restrukturisasi perbankan, restrukturisasi pinjaman bank, dan penyelesaian sengketa kepemilikan saham.

Kasus Timor Timur adalah salah satu hal yang menyebabkan banyak konflik, baik di tingkat nasional maupun internasional. Timor Timur telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1975 tetapi diinvasi oleh Indonesia pada tahun berikutnya. Hal ini tidak mengakhiri keinginan Timor Timur untuk merdeka. Habibie memiliki sikap terbuka terhadap kemerdekaan Timor Timur. Dia menyatakan bahwa jika Timor Timur menolak status provinsi otonomi khusus di Indonesia, maka Timor Timur dapat merdeka.

Pernyataan Habibie ini tidak disetujui oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sangat ingin mencegah pemisahan Timor Timur dari Indonesia. Menurut pihak TNI, pemisahan Timor Timur itu berbahaya bagi persatuan Indonesia karena dapat menyebabkan efek domino di provinsi-provinsi lain. Diputuskan bahwa rakyat Timor Timur boleh membuat keputusan ini melalui referendum. Hasil referendum ini adalah bahwa 78% pemilih memilih untuk merdeka. Tentara Indonesia kemudian bereaksi dengan menyerang banyak wilayah di Timor Timur, menewaskan lebih dari seribu orang.

Reputasi Habibie rusak parah akibat hilangnya kendali atas situasi politik di Timor Timur. Meskipun unit tentara dan milisi sipil yang melakukan tindak kekerasan ekstrim, Habibie secara pribadi dianggap bertanggung jawab sebagai presiden yang menjabat. Selain itu, Habibie sendiri dikaitkan dengan skandal korupsi besar yang melibatkan Bank Bali. Bank ini menerima dana dari BPPN untuk rekapitalisasi tetapi – diduga – hampir setengah dari dana tersebut digunakan oleh tim kampanye Habibie.

(Indonesia Investments, 2024)

Perubahan Pada Sektor Sosial Dan Politik

  1. Reformasi Politik membawa perubahan besar dalam struktur politik Indonesia. Pemilihan umum yang lebih demokratis mulai diadakan, dengan munculnya partai-partai baru dan peningkatan partisipasi politik masyarakat. Media juga mengalami liberalisasi, mendapatkan ruang untuk kritik dan diskusi publik yang lebih bebas (As-shahifah, 2022).
  1. Desentralisasi Desentralisasi kekuasaan memberikan otonomi lebih kepada pemerintah daerah, memberikan ruang kepada semua masyarakat agar dapat berpartisipasi  dalam pengambilan keputusan dan mengurangi dominasi pemerintah pusat. Proses desentralisasi juga disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan di daerah-daerah. Kekerasan ini terkait kuat dengan aspek etnis atau agama karena munculnya persaingan untuk posisi politik lokal dalam kaitannya dengan mengukuhkan identitas daerah masing-masing (Indonesia Investments, 2024)

Rintangan Yang Dihadapi Pasca Reformasi

Banyak kemajuan telah tercapai, namun itu tidak menghilangkan fakta bahwa sangat banyak tantangan baru yang dihadapi oleh pemerintah. Konflik sosial dan pelanggaran hak asasi manusia tetap terjadi, sementara kapasitas lembaga negara dalam menangani isu-isu kompleks sangat terbatas. Selain itu, munculnya berbagai partai-partai baru seringkali menimbulkan ketidakstabilan politik. Namun di sisi lain, selama masa reformasi, pondasi untuk sistem kenegaraan  yang lebih baik terus dibangun sedikit demi sedikit. Demokrasi di negara kita perlahan telah menunjukkan perkembangan pesat jika dibandingkan pada masa Orde Baru. Meskipun perjalanan menuju demokrasi yang ideal masih panjang. Masyarakat kini lebih aktif dalam proses demokrasi, dengan kesadaran yang semakin meningkat tentang hak-hak politik mereka. Perubahan ini memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan politik dan sosial di Indonesia.

 Setelah meraih kemerdekaan, Indonesia telah menggunakan berbagai sistem pemerintahan. Namun, dari semua sistem yang pernah diterapkan, demokrasi adalah sistem yang paling bertahan sejak reformasi hingga saat ini, meskipun masih terdapat berbagai kekurangan dan tantangan. Demokrasi dianggap mampu mewujudkan kedaulatan rakyat, di mana setiap warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat membawa perubahan menuju kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Sistem ini memberikan kesempatan bagi warga negara untuk berpartisipasi, baik secara langsung maupun melalui perwakilan, dalam proses perumusan, pengembangan, dan pembuatan undang-undang. Pelaksanaan demokrasi mencakup berbagai aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta menjamin kebebasan politik yang nyata (Purnamawati, E, 2020).

Sumber

  1. Pemerintahan UMA. (2024, August). Perubahan struktur kekuasaan di Indonesia. Universitas Medan Area. https://pemerintahan.uma.ac.id/2024/08/perubahan-struktur-kekuasaan-di-indonesia/
  2. As-shahifah. (2022). Journal of Constitutional Law and Governance, vol 3, nol.1. https://doi.org/10.19105/asshahifah.v3i1.8282
  3. Indonesia Investments. (2024). Reformasi – Analisis Politik Indonesia Pasca Suharto – Demokrasi. Reformasi – Analisis Politik Indonesia Pasca Suharto – Demokrasi | Indonesia Investments (indonesia-investments.com)
  4. Purnamawati, E. (2020). Perjalanan Demokrasi di Indonesia https://doi.org/10.19105/asshahifah.v3i1.8282

Similar Posts